Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia
Bagaimana perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia?
Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meluncurkan laporan tahunan
Pembangunan manusia (Human Development Report) 2006 yang bertajuk Beyord
scarcity; power, poverty dan the global water. Laporan ini menjadi rujukan
perencanaan pembangunan dan menjadi salah satu Indikator kegagalan atau
keberhasilan sebuah negara menyejahterakan rakyatnya. Selama satu dekade ini
Indonesia berada pada Tier Medium Human Development peringkat ke 110, terburuk
di Asia Tenggara setelah Kamboja.
Jumlah kemiskinan dan persentase penduduk miskin selalu
berfluktuasi dari tahun ke tahun, meskipun ada kecenderungan menurun pada salah
satu periode (2000-2005). Pada periode 1996-1999 penduduk miskin meningkat
sebesar 13,96 juta, yaitu dari 34,01 juta(17,47%) menjadi 47,97 juta (23,43%)
pada tahun 1999. Kembali cerah ketika periode 1999-2002, penduduk miskin
menurun 9,57 juta yaitu dari 47,97 (23,43%) menurun menjadi 38,48 juta
(18,20%). Keadaan ini terulang ketika periode berikutnya (2002-2005) yaitu
penurunan penduduk miskin hingga 35,10 juta pada tahun 2005 dengan presentasi
menurun dari 18,20% menjadi 15,97 %. Sedangkan pada tahun 2006 penduduk miskin
bertambah dari 35,10 juta (15,97%) menjadi 39,05 juta (17,75%) berarti penduduk
miskin meningkat sebesar 3,95 juta (1,78%).
Adapun laporan terakhir, Badan Pusat Statistika ( BPS )
yang telah melaksanakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada bulan
Maret 2007 angka resmi jumlah masyarakat miskin adalah 39,1 juta orang dengan
kisaran konsumsi kalori 2100 kilo kalori (kkal) atau garis kemiskinan ketika
pendapatan kurang dari Rp 152.847 per-kapita per bulan.
Penjelasan Teknis dan Sumber Data
Sebagai tinjauan kevalidan dan pemahaman data di atas
secara lugas, dipaparkan penjelasan data dan sumber data yang diambil dari
Berita Resmi Statistika No.47/ IX/ 1 September 2006, yaitu sebagai berikut:
a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep
kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (Basic Needs Approach). Dengan pendekatan
ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi. Untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi
pengeluaran. Dengan pendekatan ini dapat dihitung Head Count Indeks (HCI) yaitu
persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
b. Metode yang digunakan menghitung Garis Kemiskinan(GK)
yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis
Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Perhitungan garis kemiskinan dilakukan secara
terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan. Penduduk miskin adalah penduduk
yang memiliki rata-rata pendapatan per-kapita di bawah garis kemiskinan.
c. Sumber utama data yang dipakai untuk menghitung
kemiskinan adalah data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) panel Februari
2005 dan Maret 2006. Sebagai informasi tambahan,digunakan juga Survei Paket
Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD) yang dipakai untuk memperkirakan Proporsi dari
Pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
Tantangan
Kemiskinan di Indonesia
Masalah kemiskinan di Indonesia sarat sekali hubungannya
dengan rendahnya tingkat Sumber Daya Manusia (SDM). dibuktikan oleh rendahnya
mutu kehidupan masyarakat Indonesia meskipun kaya akan Sumber Daya Alam (SDA).
Sebagaimana yang ditunjukkan oleh rendahnya Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM)
Indonesia pada tahun 2002 sebesar 0,692. yang masih menempati peringkat lebih
rendah dari Malaysia dan Thailand di antara negara-negara ASEAN. Sementara,
Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) Indonesia pada tahun yang sama sebesar 0,178.
masih lebih tinggi dari Filipina dan Thailand. Selain itu, kesenjangan gender
di Indonesia masih relatif lebih besar dibanding negara ASEAN lainnya.
Tantangan lainnya adalah kesenjangan antara desa dan kota.
Proporsi penduduk miskin di pedesaan relatif lebih tinggi dibanding perkotaan.
Data Susenas (National Social Ekonomi Survey) 2004 menunjukkan bahwa sekitar
69,0 % penduduk Indonesia termasuk penduduk miskin yang sebagian besar bekerja
di sektor pertanian. Selain itu juga tantangan yang sangat memilukan adalah
kemiskinan di alami oleh kaum perempuan yang ditunjukkan oleh rendahnya
kualitas hidup dan peranan wanita, terjadinya tindak kekerasan terhadap
perempuan dan anak, serta masih rendahnya angka pembangunan gender
(Gender-related Development Indeks, GDI) dan angka Indeks pemberdayaan
Gender(Gender Empowerment Measurement,GEM).
Tantangan selanjutnya adalah otonomi daerah. di mana hal
ini mempunyai peran yang sangat signifikan untuk mengentaskan atau
menjerumuskan masyarakat dari kemiskinan. Sebab ketika meningkatnya peran
keikutsertaan pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan. maka tidak
mustahil dalam jangka waktu yang relatif singkat kita akan bisa mengentaskan
masyarakat dari kemiskinan pada skala nasional terutama dalam mendekatkan
pelayanan dasar bagi masyarakat. Akan tetapi ketika pemerintah daerah kurang
peka terhadap keadaan lingkungan sekitar, hal ini sangat berpotensi sekali
untuk membawa masyarakat ke jurang kemiskinan, serta bisa menimbulkan bahaya
laten dalam skala Nasional.
Kebijakan dan Program Penuntasan
Kemiskinan
Upaya penanggulangan kemiskinan Indonesia telah dilakukan
dan menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama kebijakan
pembangunan nasional. Kebijakan kemiskinan merupakan prioritas Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 dan dijabarkan lebih rinci dalam
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun serta digunakan sebagai acuan bagi
kementrian, lembaga dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan
tahunan.
Sebagai wujud gerakan bersama dalam mengatasi kemiskinan
dan mencapai Tujuan pembangunan Milenium, Strategi Nasional Pembangunan
Kemiskinan (SPNK) telah disusun melalui proses partisipatif dengan melibatkan
seluruh stakeholders pembangunan di Indonesia. Selain itu, sekitar 60 %
pemerintah kabupaten/ kota telah membentuk Komite penanggulangan Kemiskinan
Daerah (KPKD) dan menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)
sebagai dasar arus utama penanggulangan kemiskinan di daerah dan mendorong
gerakan sosial dalam mengatasi kemiskinan.
Adapun langkah jangka pendek yang diprioritaskan antara
lain sebagai berikut:
a) Mengurangi kesenjangan antar daerah dengan; (i)
penyediaan sarana-sarana irigasi, air bersih dan sanitasi dasar terutama
daerah-daerah langka sumber air bersih. (ii) pembangunan jalan, jembatan, dan
dermaga daerah-daerah tertinggal. (iii) redistribusi sumber dana kepada
daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan instrumen Dana Alokasi
Khusus (DAK) .
b) Perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan
melalui bantuan dana stimulan untuk modal usaha, pelatihan keterampilan kerja
dan meningkatkan investasi dan revitalisasi industri.
c) Khusus untuk pemenuhan sarana hak dasar penduduk miskin
diberikan pelayanan antara lain (i) pendidikan gratis sebagai penuntasan
program belajar 9 tahun termasuk tunjangan bagi murid yang kurang mampu (ii)
jaminan pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk miskin di puskesmas dan
rumah sakit kelas tiga.
Di bawah ini merupakan contoh dari upaya mengatasi
kemiskinan di Indonesia.
Contoh
dari upaya kemiskinan adalah di propinsi Jawa Barat tepatnya di Bandung dengan
diadakannya Bandung Peduli yang dibentuk pada tanggal 23 – 25
Februari 1998. Bandung Peduli adalah gerakan kemanusiaan yang memfokuskan
kegiatannya pada upaya menolong orang kelaparan, dan mengentaskan orang-orang
yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam melakukan kegiatan, Bandung Peduli
berpegang teguh pada wawasan kemanusiaan, tanpa mengindahkan perbedaan suku,
ras, agama, kepercayaan, ataupun haluan politik.
Oleh karena sumbangan dari para dermawan tidak
terlalu besar bila dibandingkan dengan permasalahan kelaparan dan kemiskinan yang
dihadapi, maka Bandung Peduli melakukan targetting dengan sasaran bahwa orang
yang dibantu tinggal di Kabupaten/ Kotamadya Bandung, dan mereka yang tergolong
fakir. Golongan fakir yang dimaksud adalah orang yang miskin sekali dan paling
miskin bila diukur dengan “Ekuivalen Nilai Tukar Beras”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar